Tepat di hari ini, 12 Juni 1918 pada kongres pertamanya di Solo, organisasi Tri Koro Dharmo yang digagas oleh dr. R. Satiman Wiryosanjoyo, Kadarman, Sunardi dan beberapa orang pemuda lainnya mengubah namanya menjadi “Jong Java”. Perubahan nama ini dilatarbelakangi oleh pendapat pemuda-pemuda lain yang beranggapan bahwa ruang lingkup organisasi ini terlalu sempit. Sifat Jawa Sentris yang kental dalam Tri Koro Dharmo menimbulkan masalah internal di kalangan pemuda luar suku Jawa, seperti pemuda-pemuda suku Sunda dan Madura. Untuk menghindari perpecahan antara pemuda pemuda suku Jawa dan non-Jawa dalam organisasi ini, nama Tri Koro Dharmo diubah menjadi Jong Java.
Cita-cita Jong Java adalah membina persatuan dan persaudaraan di kalangan pemuda-pemuda pelajar “Jawa Raya”. Sejak saat itu, Jong Java menerima anggota pemuda pelajar dari daerah Jawa, Sunda, Madura, Bali dan Lombok. Daerah-daerah tersebut memang memiliki kebudayaan yang sama yaitu “Hindoe-Javanisch Cultuur” atau memiliki kebudayaan Hindu Jawa. Jong Java juga berusaha untuk memajukan anggota-anggotanya dengan menimbulkan rasa cinta terhadap Bahasa dan kebudayaannya sendiri.
Adapun keputusan dari Kongres pertama yang diutarakan di Solo tahun 1918 adalah sebagai berikut: (1) Jong Java menyetujui prinsip untuk mengadakan federasi dengan lain-lain organisasi pemuda dengan maksud untuk dapat lebih baik memperjuangkan kepentingan bersama. Prinsip tersebut sesuai dengan jiwa Satiman sebagai pencetus Tri Koro Dharmo, untuk mempersatukan pemuda-pemuda seluruh Indonesia. (2) Ditetapkan oleh kongres bahwa perhimpunan harus tetap merupakan suatu perhimpunan pelajar. Namun demikian, perhimpunan Jong Java akan sedikit berwarna politik, yakni khusus mengingat bahwa kelak para pelajar ini ini akan merupakan inti dari masyarakat pulau Jawa dan bahwa mereka antara lain harus pula memberi penerangan kepada rakyat dalam melangkah ke arah tercapainya suatu kemerdekaan secara ketatanegaraan.
Kemudian kongres menetapkan bagaimana kedudukan perhimpunan tersebut terhadap perhimpunan-perhimpunan lainnya, khusus mengenai cara untuk mengadakan kerjasama setelah diadakan analisa yang mendalam. Satu usul dari cabang Jakarta untuk membentuk suatu konfederasi dengan perhimpunan-perhimpunan pemuda lainnya seperti Jong Sumatra, agar dapat memperhatikan kepentingan kepentingan lain yang bersifat umum dengan lebih baik.
Kegiatan organisasi Jong Java ini berkisar pada masalah sosial dan kebudayaan, misalnya pemberantasan buta huruf, kepanduan, olahraga dan kesenian. Jong Java merasa memiliki kewajiban untuk membentuk calon pemimpin, sedangkan pembicaraan politik dijalankan untuk menambah pengetahuan. Semakin meresapnya paham Indonesia Raya ditambah dengan adanya Perhimpunan Pelajar Pelajar Indonesia (PPPI) yang membawa pengaruh untuk membujuk Jong Java berfusi membuat Jong Java mengubah arah haluan organisasi untuk melebur dengan organisasi-organisasi pemuda dan membentuk wadah baru yang lebih besar. Jong Java yang saat itu merupakan organisasi besar dan mempunyai pengaruh yang besar pula terhadap perkembangan nasionalisme, maka fusi tersebut menjadi jalan awal untuk membentuk suatu kesatuan dan persatuan bangsa sesuai yang dicita-citakan organisasi ini sejak awal pembetukannya.
Selama tahun 1918 berbagai organisasi pemuda pelajar bermunculan menurut garis suku, seperti Jong Celebes, Jong Ambon, Jong Sumatera dan lain-lain. Dari semua organisasi tersebut bertujuan untuk memajukan rasa persatuan diantara anggotanya dengan semua penduduk Indonesia yang beragam suku bangsa. Menelusuri sejarah organisasi pemuda terpelajar yang bersifat kedaerahan seperti Jong Java ini adalah usaha untuk mengerti salah satu saluran pertumbuhan bangsa dan masa awal dari proses integrasi nasional.
Kontributor: Zulfa Nurdina Fitri
Sumber:
Komandoko, Gamal. 2008. Boedi Oetomo Awal Bangkitnya Kesadaran Bangsa. Yogyakarta: Media Pressindo.
Noer, Deliar. 1984. Munculnya Elit Modern Indonesia. Jakarta: Pustaka Jaya.
Peorbopranoto, Koentjoro, dkk. 1930. Gedenkboek Jong Java 7 Maart 1915-1930. Jakarta: Pedoman Besar Jong Java.
Tanudirjo, Daud Aris. 2011. Indonesia Dalam Arus Sejarah. Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve.
0 Komentar