Baru-baru ini Indonesia kedatangan film produksi anak bangsa dengan genre yang tidak biasa, yaitu genre heist atau pencurian. Film “Mencuri Raden Saleh” menjadi salah satu pencuri perhatian dengan skenario yang terkemas rapi dan sinematografi yang ciamik.
Nah, bagi Sobat Muskitnas yang sudah nonton atau belum nonton filmnya, ada baiknya jika kita berkenalan lebih dekat dengan sosok pelukis Raden Saleh yang dikenal sebagai pelopor seni rupa modern Indonesia dengan karya-karya bernilai tinggi dan telah dikenal luas oleh masyarakat dunia.
Kontributor: Zulfa Nurdina F.
Mengenal Raden Saleh
Raden Saleh adalah seorang bangsawan Jawa, yang juga dikenal sebagai perintis seni lukis modern di Indonesia. Dalam buku Raden Saleh: Awal Seni Lukis Modern Indonesia, Raden Saleh dianggap sebagai seniman penting di Asia yang menjembatani dua benua. Raden Saleh Sjarif Bestaman lahir pada tahun 1807 di desa Terbaya dekat Semarang, tanpa diketahui tanggal dan bulan kelahirannya. Raden Saleh sudah gemar menggambar sejak kecil. Bakatnya di bidang seni sudah mulai menonjol saat bersekolah di sekolah rakyat (Volks-School). Raden Saleh kemudian memperoleh pendidikan dasar melukis pada tahun 1817 hingga tahun 1829 dari seorang pelukis Belgia, Antoine Auguste Joseph Payen, yang ditugaskan oleh pemerintahan kolonial Belanda di Hindia Belanda untuk mendokumentasikan alam Hindia Belanda, atas prakarsa pemerintah Belanda. Berkat anjuran Payen, Raden Saleh diikutsertakan dalam perjalanan Inspektur Keuangan Belanda, Jean Baptiste de Linge, ke Belanda pada tahun 1829. Selama di Belanda, Raden Saleh diperbolehkan belajar melukis pada pelukis potret Belanda Cornelis Kruseman dan pelukis pemandangan Andreas Schelfhout.

Sumber: Koleksi Nationaal Museum van Wereldculturen
Setelah mengikuti Pameran Seni Nasional di Amsterdam tahun 1834, pada tahun 18341839 Raden Saleh bekerja sebagai pelukis lepas di Den Haag. Kemudian selama 1839-1844, dia banyak melakukan kunjungan seni di Jerman. Selama 1845-1851 Raden Saleh banyak menghabiskan berkegiatan seni di Perancis, Inggris dan Jerman. Usai merantau selama 22 tahun di Eropa, pada Maret 1852 Raden Saleh pulang ke tanah air, dan tiba di Batavia. Ia tinggal di Istana Buitenzorg (Bogor), dan lantas selama setahun melakukan perjalanan di Jawa Tengah untuk mendatangi sanak kerabatnya di Majalengka, Semarang dan Magelang.
Walaupun sempat menjadi pelukis kerajaan Belanda, Raden Saleh tetap mengkritik politik represif pemerintah Hindia Belanda. Meskipun mendapatkan pendidikan Barat, Raden Saleh tetap menjadi sosok yang menjunjung tinggi idealisme kebebasan dan kemerdekaan negara. Ia tetap menentang penindasan Belanda terhadap bumiputra. Pemikirannya tersebut salah satunya digambarkan dalam lukisan Penangkapan Pangeran Diponegoro. Begitu pulang ke tanah kelahirannya, Raden Saleh ditunjuk menjadi konservator pada Lembaga Kumpulan Koleksi Benda-benda Seni. Meskipun begitu, Raden Saleh masih banyak menghasilkan karya beberapa lukisan potret keluarga keraton dan pemandangan lokal. Di saat karirnya semakin melambung, Raden Saleh harus menghadapi perceraian. Namun ia kembali membangun rumah tangga dengan Raden Ajoe Danoediredjoe, seorang gadis keluarga ningrat keturunan Keraton Solo. Setelah pernikahannya yang kedua, Raden Saleh tinggal di kawasan Cikini, Batavia. Pada tahun 1862, Raden Saleh memamerkan lukisan Watersnood op Midden Java dan Een gezigt op de Megamendong in de Preanger, di rumahnya.

Sumber: KITLV

Sumber: KITLV
Semasa hidupnya, berbagai penghargaan diberikan pada Raden Saleh. Beberapa di antaranya meliputi bintang Ridder der Orde van de Eikenkoon (R.E.K.), Commandeur met de ster der Frans Joseph Orde (C.F.J.), Ridder der Kroonorde van Pruisen (R.K.P.), Ridder van de Witte Valk (R.W.V.), dan masih banyak lagi. Pemerintah Indonesia juga memberikan penghargaan pada tahun 1969 lewat Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, yaitu Piagam Anugerah Seni sebagai Perintis Seni Lukis di Indonesia.
Eh iya Sobat Muskitnas, sebagai informasi tambahan saat ini di Museum Kebangkitan Nasional juga memamerkan salah satu replika lukisan masterpiece dari Raden Saleh lho! Lukisan dengan judul Watersnood op Midden Java yang kadang disebut juga Overstroming op Java ini berada di Ruang Bangkitnya Pendidikan Bumiputra. Lukisan ini dapat dimaknai sebagai representasi keadaan masyarakat Jawa yang tertindas oleh pemerintah kolonial Belanda pada saat itu. Meskipun begitu, lukisan ini juga didasari oleh peristiwa banjir yang berlangsung di Jawa bagian tengah pada tahun 1861.
Lukisan Overstroming op Java (Banjir di Jawa)
Satu lagi karya besar dari Raden Saleh, adalah lukisan yang berjudul Banjir di Jawa. Lukisan Raden Saleh ini mengabadikan bah yang menenggelamkan wilayah selatan Jawa tengah, ujung Februari 1861. Berhari-hari, banyak tempat di karesidenan Banyumas, Bagelen, Kedu, Yogyakarta, dan Surakarta terendam oleh banjir. Menurut Soekondo Bustaman dalam bukunya Raden Saleh Pangeran di antara Para Pelukis Romantik, lukisan ini jelas sekali menampakkan pengaruh yang sangat besar dari karya Géricault yang berjudul The Raft of the “Medusa” yang dilukis antara tahun 1818-1819, tetapi dengan banyak perubahan di sana-sini – seperti latar belakang persitiwa, manusia-manusia yang dilukis, dan lain sebagainya. Selain itu, disinyalir juga bahwa Raden Saleh pastilah telah melihat lukisan Delacroix yang berjudul Karamnya Kapal Don Juan yang dipamerkan pada tahun 1840 di Museum Louvre di Paris. Sama seperti kedua pendahulunya, Raden Saleh juga terinspirasi dari peristiwa nyata, yaitu banjir yang manimbulkan ketakutan yang luar biasa di Jakarta. Namun, berbeda dengan Géricault, ia tidak mendasari lukisannya dengan studi observasi yang intens dilakukan oleh Géricault –sehingga kekuatan dari lukisan ini dirasakan kurang karena tidak benar-benar dilandaskan pada kebenaran dan kenyataan.

Sumber: Koleksi Nationaal Museum van Wereldculturen
Banjir dalam karya Raden Saleh Peristiwa banjir di Banyumas juga dicatat oleh William Barrington D’Almeida yang pada 1862 pernah mengadakan perjalanan di Jawa. Dalam perjalanannya itu ia juga ke Banyumas, Kedu dan sekitarnya. Ia menyaksikan betapa banjir besar telah terjadi di Banyumas dan mengakibatkan kerusakan dan kehidupan yang susah bagi warganya. Pada tahun sebelumnya di Banyumas juga dilanda banjir besar selama 4 hari 4 malam pada 21–23 Februari 1861.
Dalam perjalanan dari Jawa, William Barrington mampir di galeri Raden Saleh. Ia menemui Raden Saleh sedang menyelesaikan lukisan banjir menakutkan yang melanda pedalaman Jawa pada tahun-tahun yang telah berlalu. Lukisan itu kemudian diberi judul Watersnood op Midden Java yang kadang disebut juga Overstroming op Java. Terlihat dalam lukisan itu adalah adegan seorang wedana yang melambaikan tangan seolah minta bantuan. Didekatnya seorang anak lelaki dengan pandang mata penuh ketakutan dan seorang perempuan tua memeluk erat leher putranya yang telah berenang dengan beban sangat berharga menuju tempat yang lebih aman untuk sementara. Terlihat pula seorang ibu muda kelihatan kehilangan seluruh ingatan akibat bahaya di sekitarnya dalam keadaan merenungi bayinya yang ia peluk erat ke dadanya, seolah berharap bahwa kehangatannya akan membangkitkan kehidupan yang masih ada harapan. Beberapa orang terlihat berenang menuju dan berharap mencapai tempat berlindung sebelum kekuatan mereka habis. Analisis terhadap lukisan Raden Saleh ini mungkin akan berbeda-beda setiap orang. Namun mengingat William Barrington mengalami sendiri peristiwa dan juga bertemu dengan Raden Saleh, tentu bisa menjadi referensi bahwa Banyumas adalah wilayah yang rawan terhadap banjir.
Lukisan Banjir Jawa Tengah ini kemudian di kirimkan ke Raja Belanda Willem III dari Batavia ke Belanda pada 1862 dan kemungkinan ditempatkan di koleksi seni Huis van Oranje Nassau, namun sekarang sudah tidak ditemukan lagi sebagai inventaris Huis van Oranje Nassau. Werner Kraus dalam bukunya Raden Saleh mengatakan bahwa ia mendapatkan gambar tersebut dari sebuah foto lukisan tua dalam koleksi foto Koninklijk Instituut voor de Tropen Amsterdam dengan keterangan Banjir Jawa Tengah 1863–1876 dilukis oleh Raden Saleh, litografi oleh CW Mieling, 32 x 44 cm.
Dengan melihat karya lukis Raden Saleh ini bisa menjadi bahan kontemplasi bahwa seniman selalu mempunyai cara dan media untuk mengungkapkan kegelisahannya dalam menghasilkan karyanya. Seniman selalu punya daya kreatif dan imajinasi untuk membaca peristiwa-peristiwa yang terjadi dengan perspektifnya masing-masing. Karya seni lukis Raden Saleh dapat dikatakan sebagai sebuah refleksi suatu zaman.
Sumber:
Bachtiar, H.W., Carey, P., & Onghokham. (2009). Raden Saleh: Anak Belanda, Mooi Indie & Nasionalisme. Depok: Komunitas Bambu.
Bustaman, S. (1990). Raden Saleh Pangeran di antara Para Pelukis Romantik. Bandung: CV. Abardin.
Desmiati, A., Yustiono, & Hujatnika, A. (2013). Romantisisme pada Karya-Karya Raden Saleh: Suatu Tinjauan Kritik Seni. ITB J. Vis. Art & Des, 5 (2), 121-134.
Gunawan, R. (2020). Banjir Banyumas dalam Lukisan Raden Saleh. https://mediaindonesia.com/opini/359551/banjir-banyumas-dalam-lukisan-raden-saleh. Diakses pada 31 Agustus 2022.
Kraus, W. (2012). Raden Saleh Awal Seni Lukis Modern Indonesia. Jakarta: Goethe Institut Indonesia.
Priyatno, A. (2014). 10 Pelukis Maestro Indonesia. Medan: UNIMED Press.
Thabroni, G. (2022). Raden Saleh – Biografi, Analisis Deskriptif & Penafsiran Karya. https://serupa.id/raden-saleh-biografi-dan-analisis-karya/. Diakses pada 31 Agustus 2022.