Dari semenjak kecil Raden Dewi Sartika sudah bercita-cita menjadi seorang guru. Sambil bermain di belakang gedung kepatihan, ia sering memperagakan  layaknya   seorang  guru  di  sekolah,   mengajari  baca-tulis,  dan bahasa Belanda kepada anak-anak pembantu di kepatihan. Cita-citanya tersebut semakin  kuat   untuk   dilaksanakan,   setelah  terjadi  prahara   di  kepatihan yang menyebabkan Ayahnya harus dibuang ke Ternate, karena dituduh melakukan percobaan pembunuhan terhadap bupati Bandung yang akan dilantik pada saat itu, R.A.A. Martanegara. Raden Ayu Rajapermas, Ibu Raden Dewi Sartika, memutuskan untuk ikut menemani suaminya ke Ternate.

Raden Dewi Sartika merasakan pedihnya ditinggal oleh kedua orangtuanya, terlebih lagi ibunya yang sebenarnya tidak menerima hukuman buang ke Ternate, namun lebih memilih menemani ayahnya daripada menjaga dan mengasuh ia dan saudara-saudaranya yang masih kecil. Kejadian itu membukakan pikirannya untuk mengubah jalan pikiran perempuan agar lebih mandiri dalam menjalani kehidupannya sehari-hari. Dengan kemampuan yang perempuan miliki, selayaknya kaum perempuan harus dapat keluar dari bayang-bayang kaum pria. Karena bagaimanapun, tak selamanya seorang istri terus berada di belakang suaminya.

Selain itu, ketika Raden Dewi Sartika tinggal bersama uwaknya, di Cicalengka, ia melihat kehidupan rumah tangga uwaknya yang berpoligami. Selain melihat kehidupan keluarga yang berpoligami, Raden Dewi Sartika pun melihat realita bahwa keponakan-keponakannya, serta  anak-anak abdi dalem yang sebaya dengannya tidak dapat membaca dan menulis. Hal itu diketahui ketika ia dan teman-teman sebayanya mendapatkan pengajaran dan pendidikan dari Agan Eni, istri keempat uwaknya, Raden Aria Suriakarta Adiningrat. Dari seluruh anak-anak yang diajar oleh Agan Eni, hanya Raden Dewi Sartika yang pandai membaca dan menulis, hal itu disebabkan karena ia sebelumnya telah mengenyam pendidikan di sekolah Belanda.

Semua pengalamannya baik ketika tinggal bersama uwaknya di Cicalengka, maupun ketika kembali tinggal bersama ibunya di Bandung, telah menyadarkan Raden Dewi Sartika bahwa selayaknyalah kaum perempuan harus mampu mandiri dan terampil. Untuk itu anak perempuan harus dididik dan dibina agar menjadi manusia yang dapat mengembangkan potensinya dan supaya dikemudian hari mereka dapat menjadi ibu yang baik, yang sanggup melindungi keluarganya. Karena dari ibu yang baik akan lahir generasi yang baik.

Oleh karena itu, ia mulai berpikir untuk mewujudkan cita-citanya untuk mendidik anak-anak perempuan dari kalangan menak maupun rakyat jelata demi kemajuan harkat dan martabat kaum perempuan itu sendiri, sehingga dapat menjadi manusia berguna bagi dirinya sendiri, masyarakat, bangsa dan negara. Dan hanya dengan pendidikanlah jalan keluarnya. Maka, inilah alasan mengapa Raden Dewi Sartika mencetuskan gagasan untuk mendirikan sekolah khusus untuk kaum perempuan.

Usahanya dalam mengajar dan mendidik kaum perempuan, dilakukan pertama kali pada tahun 1902 ketika ia kembali ke rumah ibunya di Kota Bandung. Di sebuah ruangan kecil, di belakang rumah ibunya di Bandung, dia mengajar di hadapan anggota keluarganya yang perempuan, seperti merenda, menyulam, merancang pakaian, tatakrama, memasak, menjahit, membaca, menulis, dan sebagainya. Mereka pun sangat senang diajari oleh Raden Dewi Sartika sehingga pengetahuan mereka semakin bertambah.

Ilustrasi Pengajaran Dewi Sartika

Kegiatan belajar mengajar yang dirintis Raden Dewi Sartika perlahan-lahan diketahui oleh Inspektur Pengajaran Hindia Belanda di Bandung yang bernama C. Den Hammer. Ia terkesan dengan pemikiran dan keinginan Raden Dewi Sartika yang ingin mendirikan sekolah bagi anak perempuan. Den Hammer menyatakan dukungannya atas rencana untuk mendirikan sekolah untuk kaum perempuan, ia mengusulkan agar Dewi Sartika meminta bantuan kepada Bupati Bandung, R.A.A. Martanegara. Tidak disangka, ternyata sang Bupati menandakan dukungan dan perlindungan atas rencananya mendirikan sekolah untuk kaum perempuan. Oleh karena itu, pada 16 Januari 1904, bertempat di Paseban Kulon, Kompleks Pendopo Kabupaten Bandung berhasil didirikan sekolah dengan nama “Sakola Istri” dan kemudian diganti dengan nama “Sakola Kautamaan Istri”. Dalam bahasa Sunda, istri berarti juga wanita.

Sakola Kautamaan Istri

Dengan sekolah yang didirikannya itu, Raden Dewi Sartika memiliki keyakinan kuat bahwa ia akan dapat mengangkat harkat dan martabat kaum perempuan. Dengan bersekolah kaum perempuan akan lebih pandai karena sekolah adalah sarana untuk mendidik manusia sehingga jati dirinya dapat  dikenali oleh dirinya sendiri. Selain mendapatkan berbagai ilmu  pengetahuan, para siswi pun langsung mempraktekkan pengetahuan yang mereka peroleh sehingga mereka dapat dengan mudah mengamalkannya dalam kehidupan sehari- hari. Oleh karena itu, Raden Dewi Sartika merasa yakin dapat mengubah keadaan sosial budaya yang menganggap rendah kaum perempuan, karena dengan pendidikan yang semakin baik, perilaku dan budi pekerti akan semakin baik sehingga kehidupannya akan semakin maju.

Raden Dewi Sartika bereaksi ketika merasakan keterbatasan eksistensi sebagai seorang perempuan karena ikatan tradisi masyarakat yang berlaku pada saat itu. Ia berpendapat bahwa kaum perempuan harus bisa mandiri dan tidak bergantung kepada kaum pria dalam mencari nafkah. Oleh karena itu mereka harus bersekolah, karena di sekolah mereka akan melihat dunia dengan pandangan yang lebih luas. Dari konsepnya tentang pendidikan kaum perempuan, terlihat jelas membuktikan bahwa Raden Dewi Sartika memiliki kepekaan yang sangat tajam terhadap masalah sosial. Dengan daya pikirnya yang tajam, Raden Dewi Sartika mampu melahirkan pemikiran dan gagasan inovatif bagi bangsanya di masa itu.

 

Kontributor: Zulfa Nurdina

Sumber:

Daryono, Yan. 1996. R. Dewi Sartika. Jakarta: Yayasan Awika & PT. Grafitri Budi Utami.

F, Meidiana. 2010. Dewi Sartika. Jakarta: Bee Media Indonesia.

Lubis, Nina Herlina. 2006. Kehidupan Kaum Menak Priangan 1800-1942. Bandung: Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Kebudayaan Lembaga Penelitian Universitas Padjajaran.

Kategori: Artikel

0 Komentar

Tinggalkan Balasan

Avatar placeholder