Kontributor: Swa S. Adinegoro untuk muskitnas.net

Hari Kartini. Sebuah hari yang diperingati secara nasional, diambil dari tanggal lahir seorang wanita yang menginspirasi kaumnya. Sebuah peringatan yang kala itu dipilih sebagai warm gesture untuk menghargai perjuangannya mengubah paradigma sosial, bahwa perempuan berhak untuk pandai.

Tapi belakangan ini, kita melihat –ya, melihat, bukan mendengar, karena banyak muncul di media sosial– ada banyak sekali perdebatan. Mengatasnamakan etnisitas, peringatan tanggal lahirnya dianggap sebagai sebuah agenda yang Jawa-sentris. “Ke mana pahlawan perempuan lainnya?”, ujar mereka. Mereka juga memojokkan figur Kartini karena kedekatannya dengan beberapa tokoh Belanda. Surat-suratnya, sebuah korespondensi personal mengenai harapan dan keinginannya mengenyam pendidikan, mereka anggap sebagai konspirasi yang membelakangi bangsa.

Kita mestinya sadar, bahwa Kartini tidak pernah meminta hari lahirnya diperingati sedemikian rupa. Kartini bertindak melalui apa yang ia cita-citakan: pendidikan. Sebuah hal yang tidak bisa diraih dengan mudah oleh wanita di komunitasnya pada waktu itu. Misinya begitu sederhana: Ia ingin agar para wanita tidak mengalami nasib sepertinya. Di sanalah ia berupaya. Secara personal, letter-to-letter dengan teman-temannya, khususnya pada Nyonya Abendanon. Bahkan kompilasi suratnya, yang kita kenal sebagai buku fenomenal Habis Gelap Terbitlah Terang tidak pernah diterbitkan hingga setelah kematiannya.

Tidak bisa dipungkiri bahwa Kartini adalah seorang Jawa, kaum ningrat pula. Dan ketidaksenangan sebagian orang karena satu detil identitas tersebut, dapat dimaklumi adanya. Bahwa pembangunan pada masa lalu dititikberatkan di Pulau Jawa sehingga turut mempengaruhi pendapat tersebut, juga dapat dipahami bersama. Tapi meluapkan kekesalan akibat ketimpangan sosial di masa lalu pada sosok Kartini, tentu bukanlah pencapaian yang luar biasa.

Apakah dengan memperingati Hari Kartini, kita melupakan jasa Dewi Sartika dan Sakola Kaoetamaan Istri-nya? Mengesampingkan kegarangan Cut Nya Dhien di medan laga? Mengabaikan pengorbanan Christina Martha Tiahahu yang gugur di usia belia? Tidak. Sebaliknya, di era sekarang ini kita semestinya bisa memanfaatkan Hari Kartini untuk memuliakan para wanita hebat bangsa, mengingatkan diri kita dan semua adik-adik kita mengenai hebatnya mereka, prinsip yang mereka pegang, dan apa yang mereka perjuangkan. Kita memiliki banyak tokoh wanita yang luar biasa, dan Kartini adalah salah satu di antara mereka semua. Hanya kebetulan, buku yang berisi gagasan Kartini pernah menjadi demikian populer (terbit 1911 dalam Bahasa Belanda, 1922 dalam Bahasa Melayu dan 1938 versi Pujangga Baru) sehingga mereka yang berwenang pada masa itu menunjuk pada namanya.

Mari kita ubah mindset kita bahwa Hari Kartini hanyalah untuk merayakan gagasan Kartini semata. Ingatkah kalian akan lagu Ibu Kita Kartini? Putri sejati. Putri Indonesia. Pendekar bangsa. Pendekar kaumnya. Putri yang Mulia. Sungguh besar cita-citanya bagi Indonesia. Lihatlah betapa universal pujian-pujian yang disematkan. Hari Kartini adalah epitome, sebuah simbol untuk merayakan semua wanita bangsa yang mulia, mereka yang berlaga di bidangnya masing-masing, mereka yang menginspirasi kita semua.

Memperingati Hari Kartini Tahun 2020, muskitnas.net akan menyajikan beberapa artikel mengenai tokoh-tokoh perempuan bangsa yang hebat dan menginspirasi. Stay tuned di muskitnas.net ya!

Kategori: Artikel

0 Komentar

Tinggalkan Balasan

Avatar placeholder