Nama Eijkman saat ini sedang sering disebut-sebut dalam berita, sebagai sebuah lembaga yang dapat memeriksa sampel COVID-19. Tetapi siapakah sosok sebenarnya dibalik nama tersebut? Eijkman jelas bukan orang sembarangan, sosoknya yang berjasa dalam menangani pandemi di Hindia Belanda ratusan tahun lalu, tapi kini mengapa orang-orang hanya mengenalnya sebagai nama sebuah lembaga riset? Mengapa namanya diabadikan jadi nama lembaga riset di Indonesia?
Tokoh ini lahir di Kota Nijkerk, Belanda, pada 11 Agustus 1858. Ia lahir di keluarga terpelajar. Bapaknya adalah seorang guru dan kakaknya, Johann Frederik Eijkman, ketika dewasa dikenal sebagai ahli kimia. Setelah lulus sekolah, pada 1875, Christiaan Eijkman diterima menjadi mahasiswa di Sekolah Kedokteran Militer Universitas Amsterdam.
Christiaan Eijkman
Namun, setelah lulus sarjana pada 1879, ia tak langsung bertugas sebagai dokter. Ia menghabiskan lagi dua tahun untuk menyelesaikan tesis tentang polarisasi saraf sambil bekerja sebagai asisten ahli fisiologi Universitas Amsterdam Profesor T. Place. Eijkman baru dapat penugasan ke Hindia Belanda usai lulus doktoral pada 1883.
Dia pertama kali berdinas di Semarang, lalu dipindahkan ke Cilacap, dan terakhir di Padang Sidempuan. Karier Eijkman sebagai dokter tentara macet gara-gara malaria. Ketika di Cilacap ia terjangkit malaria dan semakin parah ketika pindah ke Padang Sidempuan. Pada 1885 ia terpaksa pulang ke Belanda untuk memulihkan diri.
Selama masa pemulihan itu, Eijkman juga ambil pekerjaan di Laboratorium Bakteriologi Robert Koch di Berlin. Jalannya kembali ke Hindia Belanda terbuka kembali saat ahli patologi C.A. Pekelharing dan ahli neurologi C. Winkler mengunjunginya di Berlin. Dua orang itu mendapat misi menginvestigasi merebaknya penyakit beri-beri di Hindia Belanda. Pekelhering lantas mengajaknya serta sebagai asisten riset. Di Hindia Belanda pandemi ini berbarengan dengan kampanye pax neerlandica yang berlangsung pada paruh akhir abad ke-19. Misi Pekelharing-Winkler yang diikuti Eijkman berfokus pada riset neurologis dan analisis bakteriologi terhadap pasien Rumah Sakit Militer Weltevreden.
C.A. Pekelharing
Investigasi Pekelharing-Winkler berakhir pada 1887. Sebelum pulang kembali ke Belanda, mereka sempat menginisiasi pembentukan laboratorium medis di Batavia. Proposal itu disetujui pemerintah kolonial dan dibangunlah Laboratorium voor Pathologische Anatomie en Bacteriologie (laboratorium penelitian patologi dan bakteriologi) yang mulanya terletak di kompleks rumah sakit militer Weltevreden—sekarang RSPAD Gatot Subroto.
Nobel Prize Medicine Christiaan Eijkman
Pada 1888 Eijkman mendapat kehormatan ditunjuk sebagai kepala laboratorium medis itu dan sekaligus jadi direktur Sekolah Dokter Jawa. Dia pulalah yang kemudian meneruskan riset dan usaha menekan pandemi beri-beri di Hindia Belanda. Pada 1929, Eijkman mendapat anugerah Nobel bidang medis atas riset-riset yang dianggap sebagai dasar penting dalam penemuan vitamin.
0 Komentar