Raden Mas Soerjopranoto adalah salah seorang pejuang pergerakan nasional dari Sarekat Islam (SI). Kakak kandung Soewardi Soerjaningrat alias Ki Hadjar Dewantara ini juga dikenal sebagai aktivis penggerak dan pembela kaum buruh serta rakyat pekerja. Soerjopranoto lahir tanggal 11 Januari 1871, Raden Mas Soerjopranoto adalah cucu Sri Paduka Pakualam III. Berasal dari keluarga ningrat, Soerjopranoto memperoleh pendidikan yang baik, berbeda dengan anak-anak pribumi kebanyakan. Ia bersekolah di Europeesche Lagere School (ELS), sekolah yang hanya diperuntukkan bagi anak-anak orang Eropa/Belanda dan kalangan atas bumiputera.

Riwayat pendidikan Soerjopranoto berjalan mulus hingga akhirnya mendapatkan lisensi kepegawaian dari pemerintah kolonial dan merintis karier sebagai abdi negara kendati pekerjaan itu tidak disukainya. Ia sempat ditempatkan di suatu instansi pemerintahan di Yogyakarta, tapi lantas dimutasi ke Gresik, kemudian ke Tuban, karena dinilai sering berbuat “onar”.

Sebagai upaya menghambat pergerakan Soerjopranoto, pemerintah kolonial mengirimnya ke Buitenzorg (Bogor) untuk disekolahkan di Middelbare Landbouw School (MLS)—sekolah menengah pertanian—dan agar lebih mudah diawasi. Sementara itu, Soewardi menuju ke Batavia untuk mengenyam studi di School tot Opleiding van Indische Artsen (STOVIA) atau sekolah dokter bumiputera (kini menjadi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia).

Namun, Soerjopranoto tak pernah putus nyali. Di Bogor, naluri pergerakannya justru semakin tinggi karena kerap berhubungan dengan kalangan intelektal muda yang berpikiran sama dengannya.

Ketika Boedi Oetomo (BO) didirikan di Batavia oleh Soetomo dan kawan-kawan atas inisiatif Wahidin Soedirohoesodo pada 20 Mei 1908, Soerjopranoto turut bergabung dengan perhimpunan yang disebut-sebut sebagai tonggak dimulainya era pergerakan nasional itu.

Dalam Kongres BO tahun 1910, Soerjopranoto dan beberapa tokoh lainnya mengusulkan agar dibentuk wadah asuransi jiwa untuk guru-guru pribumi, namun tidak digubris. Awal 1912, gagasan itu akhirnya terwujud tanpa peran BO. Soerjopranoto menjadi salah satu dewan komisaris Onderlinge Levensverzekering Maatschappij Boemi Poetra (cikal bakal perusahaan asuransi Bumiputera). Saat bersekolah di Bogor, Soerjopranoto sebenarnya pernah mengajak Soetomo dan kawan-kawan untuk mendirikan perhimpunan bernama Pirukunan Jawi sebelum BO digagas. Namun, ajakan Soerjopranoto yang didukung penuh oleh Soewardi itu tidak memperoleh tanggapan serius.

Setelah lulus dari MLS di Bogor, Soerjopranoto mengantongi dua ijazah sekaligus, yakni sebagai landbouwkundige (ahli pertanian) dan landbouwleraar (guru ilmu pertanian). Pemerintah kolonial pun mengangkatnya sebagai kepala dinas pertanian (landbouw consulent) sekaligus memimpin sekolah pertanian di Dieng, Wonosobo. Pada 1914, murka Soerjopranoto meledak setelah seorang pegawai pribumi dipecat karena menjadi anggota Sarekat Islam (SI), organisasi pergerakan yang kala itu dipimpin H.O.S. Tjokroaminoto. Soerjopranoto yang tidak terima dengan perlakuan orang Belanda terhadap saudara sebangsanya membawa perkara ini ke pengadilan. Bahkan, di hadapan residen Belanda yang tidak lain adalah atasannya, Soerjopranoto menyobek-nyobek ijazahnya sambil berseru bahwa ia mengundurkan diri dari pekerjaannya.

Soerjopranoto lantas bergabung dengan Sarekat Islam. Tjokroaminoto—yang saat itu baru saja terpilih sebagai pemimpin Centraal Sarekat Islam (CSI)—menempatkannya di posisi penting. Periode 1915-1917, Soerjopranoto duduk sebagai komisioner CSI. Tahun berikutnya, ia dipercaya menjadi wakil bendahara.

Di kisaran waktu yang sama, Soerjopranoto juga memutuskan keluar dari Boedi Oetomo yang dinilainya kurang tangkas dalam bergerak dan tidak bersifat kerakyatan. Ia kemudian mendirikan suatu barisan kerja (arbeids leger) bernama Adhi Dharma. Gerakan ini pernah ia usulkan kepada para pengurus Boedi Oetomo, namun ditolak.

Sementara itu, pengaruh Soerjopranoto di SI kian menguat. Terlebih setelah ia menggagas Personeel Fabrieks Bond (PFB) pada 1917 selain tetap memimpin Adhi Dharma. Soerjopranoto muncul sebagai salah satu pemimpin SI yang paling diperhitungkan selain Tjokroaminoto, sekaligus motor gerakan kaum buruh yang memusingkan pemerintah kolonial.

Sepanjang 1918 dan 1919, Soerjopranoto memimpin kaum buruh melakukan aksi mogok kerja. Julukan “Si Raja Mogok” pun melekat pada dirinya. Menyandang status pangeran Pakualaman membuat Soerjopranoto sangat dihormati di kalangan akar rumput. Ia pun gigih memperjuangkan nasib kaum buruh yang diupah sangat rendah. Tidak bisa dipungkiri, pengaruh Soerjopranoto merupakan salah satu faktor penting yang membuat Sarekat Islam menjadi perhimpunan rakyat terbesar di Indonesia kala itu. Selain berbasiskan massa SI, Soerjopranoto juga menjalin kerjasama dengan organ-organ serupa, terutama yang dipimpin oleh tokoh-tokoh SI berhaluan kiri, macam Semaun, Darsono, Alimin, atau Haji Misbach. Gerakan Soerjopranoto semakin besar karena didukung pula oleh massa Muhammadiyah di bawah komando Haji Fachrodin atas restu K.H. Ahmad Dahlan.

Setelah Indonesia merdeka, Soerjopranoto turut membantu adiknya—yang kemudian dikenal dengan nama Ki Hadjar Dewantara—mengelola Perguruan Taman Siswa di Yogyakarta yang didirikan sejak 1922. Soerjopranoto sebenarnya juga mendirikan sekolah bernama Adhi Darma School pada 1923, akan tetapi ditutup paksa di era pendudukan Jepang. Bersama Ki Hadjar Dewantara, Soerjopranoto tidak terlibat langsung dalam hiruk-pikuk peperangan selama masa Revolusi. Ia mengabdikan sisa hidupnya di bidang pengajaran, termasuk memberikan bimbingan kepada kaum muda. Selain itu, Soerjopranoto menerbitkan sejumlah buku tentang pendidikan dan nasionalisme.

Soerjopranoto wafat pada 15 Oktober 1959 dalam usia 88 tahun. Jenazahnya dikebumikan di Kota Gede, Yogyakarta, dengan upacara kehormatan. Ia kemudian ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional oleh Presiden Sukarno lewat Surat Keputusan tertanggal 30 November 1959. Setahun berselang, pemerintah memberikan penghargaan Mahaputra untuk sang pangeran pembela rakyat, Raden Mas Soerjopranoto.

Kategori: Artikel

0 Komentar

Tinggalkan Balasan

Avatar placeholder